TEORI-TEORI ETIKA BISNIS
Pengertian Etika
Etika berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ jamaknya (ta etha), berarti adat
istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai,
tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang
dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi
ke generasi yang lain.
Pengertian etika adalah moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak
– Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Pengertian harfiah dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai
tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah
diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud
dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama
sebagaimana baiknya sebuah kebiasaan.
Etika sebagai Filsafat Moral
Etika sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai
pegangan siap pakai bisa disalurkan melalui dan bersumber dari
agama/kebudayaan tertentu.
Etika merupakan ilmu kritis-sistematis tentang moraltas atau yang baik dan yang buruk dari manusia sebagaimana dapat dimaknai melalui kata-kata atau tindakannya. Patokannya adalah norma serta sistem yang dijunjung tinggi masyarakat karena telah terbukti benar dan baik sebagai norma moral atau sebagai sistem nilai.
Norma serta sistem nilai pada dirinya sendiri adalah baik karena telah mengembangkan dan melestarikan hidup manusia dan menjadikan manusia sebagai makhluk humani dalam kebersamaan hidup sebagai komunitas atau sebagai masyarakat.
Ada tiga jenis berpikir falsafi tentang moralitas manusia, yaitu:
1. Berpikir falsafi sebagai penyelidikan empirik-deskriptif atau moral(perilaku manusia).
2. Berpikir normatif
3. Berpkir analitis, kritis, dan metaetis.
Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai:
a) Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik
sebagai manusia.
b) Masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan
norma moral yang umum diterima.
Karena etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak
bermaksud membuat manusia bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja.
Etika sebagai sebuah ilmu yang terutama menitikberatkan refleksi kritis dan
rasional, yaitu:
a) Mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus
dilaksanakan dalam situasi konkret terutama yang dihadapi seseorang, atau
b) Etika mempersoalkan apakah suatu tindakan yang kelihatan bertentangan
dengan nilai dan norma moral tertentu harus dianggap sebagai tindakan
yang tidak etis dan karena itu dikutuk atau justru sebaliknya.
c) Apakah dalam situasi konkret yang saya hadapi saya memang harus
bertindak sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakatku ataukah
justru sebaliknya saya dapat dibenarkan untuk bertindak sebaliknya yang
bahkan melawan nilai dan norma moral tertentu.
d) Etika sebagai Ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis
dan rasional.
e) Dengan menggunakan bahasa Nietzcshe, etika sebagai ilmu menghimbau
orang untuk memiliki moralitas tuan dan bukan moralitas hamba.
f) Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk
bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud
membantu manusia untuk bertindak secara bebas, tetapi dapat
dipertanggungjawabkan.
Tujuan-Tujuan Etika
1. Etika membantu kita untuk mampu mengambil sikap yang tepat pada saat menghadapi konflik nilai.
2. Etika membantu kita untuk mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi tranformasi di segala bidang kehidupan sebagai akibat modernisasi.
3. Etika memampukan kita untuk selalu bersikap kritis terhadap berbagai ideologi baru.
4. Etika meruapakan sarana pembentuk sikap kritis para mahasiswa (khusus untuk mahasiswa).
Jenis-Jenis Norma
Pengertian Etika
Etika berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ jamaknya (ta etha), berarti adat
istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai,
tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang
dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi
ke generasi yang lain.
Pengertian etika adalah moralitas. Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak
– Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Pengertian harfiah dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai
tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah
diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud
dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama
sebagaimana baiknya sebuah kebiasaan.
Etika sebagai Filsafat Moral
Etika sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai
pegangan siap pakai bisa disalurkan melalui dan bersumber dari
agama/kebudayaan tertentu.
Etika merupakan ilmu kritis-sistematis tentang moraltas atau yang baik dan yang buruk dari manusia sebagaimana dapat dimaknai melalui kata-kata atau tindakannya. Patokannya adalah norma serta sistem yang dijunjung tinggi masyarakat karena telah terbukti benar dan baik sebagai norma moral atau sebagai sistem nilai.
Norma serta sistem nilai pada dirinya sendiri adalah baik karena telah mengembangkan dan melestarikan hidup manusia dan menjadikan manusia sebagai makhluk humani dalam kebersamaan hidup sebagai komunitas atau sebagai masyarakat.
Ada tiga jenis berpikir falsafi tentang moralitas manusia, yaitu:
1. Berpikir falsafi sebagai penyelidikan empirik-deskriptif atau moral(perilaku manusia).
2. Berpikir normatif
3. Berpkir analitis, kritis, dan metaetis.
Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai:
a) Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik
sebagai manusia.
b) Masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan
norma moral yang umum diterima.
Karena etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak
bermaksud membuat manusia bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja.
Etika sebagai sebuah ilmu yang terutama menitikberatkan refleksi kritis dan
rasional, yaitu:
a) Mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus
dilaksanakan dalam situasi konkret terutama yang dihadapi seseorang, atau
b) Etika mempersoalkan apakah suatu tindakan yang kelihatan bertentangan
dengan nilai dan norma moral tertentu harus dianggap sebagai tindakan
yang tidak etis dan karena itu dikutuk atau justru sebaliknya.
c) Apakah dalam situasi konkret yang saya hadapi saya memang harus
bertindak sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakatku ataukah
justru sebaliknya saya dapat dibenarkan untuk bertindak sebaliknya yang
bahkan melawan nilai dan norma moral tertentu.
d) Etika sebagai Ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis
dan rasional.
e) Dengan menggunakan bahasa Nietzcshe, etika sebagai ilmu menghimbau
orang untuk memiliki moralitas tuan dan bukan moralitas hamba.
f) Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk
bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud
membantu manusia untuk bertindak secara bebas, tetapi dapat
dipertanggungjawabkan.
Tujuan-Tujuan Etika
1. Etika membantu kita untuk mampu mengambil sikap yang tepat pada saat menghadapi konflik nilai.
2. Etika membantu kita untuk mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi tranformasi di segala bidang kehidupan sebagai akibat modernisasi.
3. Etika memampukan kita untuk selalu bersikap kritis terhadap berbagai ideologi baru.
4. Etika meruapakan sarana pembentuk sikap kritis para mahasiswa (khusus untuk mahasiswa).
Jenis-Jenis Norma
Secara umum terdapat dua macam norma, yaitu :
1. Norma-norma khusus, adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan
atau kehidupan khusus. Misalnya, aturan olahraga, pendidikan, lebih khusus lagi
aturan di suatu sekolah, dan sebagainya.
2. Norma-norma umum, lebih bersifat umum dan sampai tingkat tertentu
boleh dikatakan bersifat universal. Norma-norma umum ini ada tiga macam,
yaitu:
a. Norma sopan santun atau juga disebut norma etiket, adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia dalam pergaulan sehari-hari. Misalnya menyangkut sikap dan perilaku seperti bertamu, makan dan minum, duduk, berpakaian, dan sebagainya.
1. Norma-norma khusus, adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan
atau kehidupan khusus. Misalnya, aturan olahraga, pendidikan, lebih khusus lagi
aturan di suatu sekolah, dan sebagainya.
2. Norma-norma umum, lebih bersifat umum dan sampai tingkat tertentu
boleh dikatakan bersifat universal. Norma-norma umum ini ada tiga macam,
yaitu:
a. Norma sopan santun atau juga disebut norma etiket, adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia dalam pergaulan sehari-hari. Misalnya menyangkut sikap dan perilaku seperti bertamu, makan dan minum, duduk, berpakaian, dan sebagainya.
Etika tidak sama dengan Etiket. Etiket hanya menyangkut perilaku lahiriah yang menyangkut sopan santun atau tata karma.
b. Norma hukum adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara
tegas oleh masyarakat, karena dianggap perlu dan demi keselamatan dan
kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Keberlakuan
norma ini lebih tegas dan pasti, karena ditunjang dan dijamin oleh
hukuman dan sangsi bagi pelanggarannya.
c. Norma moral yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia
sebagai menusia. Norma ini lalu menjadi tolak ukur yang dipakai oleh
masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia, entah
sebagai anggota masyarakat ataupun sebagai orang dengan jabatan atau
profesi tertentu.
Ada beberapa ciri utama yang membedakan norma moral dari norma
umum lainnya (kendati dalam kaitan dengan norma hukum ciri-ciri ini bisa
tumpang tindih) :
a. Kaidah moral berkaitan dengan hal-hal yang mempunyai atau yang
dianggap mempunyai konsekuensi yang serius bagi kesejahteraan,
kebaikan dan kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai
kelompok.
b. Norma moral tidak ditetapkan dan/atau diubah oleh keputusan penguasa
tertentu. Norma moral dan juga norma hukum merupakan ekspresi,
cermin dan harapan masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang
buruk. Berbeda dengan norma hukum, norma moral tidak dikodifikasikan,
tidak ditetapkan atau diubah oleh pemerintah. Ia lebih merupakan hukum
tak tertulis dalam hati setiap anggota masyarakat, yang karena itu
mengikat semua anggota dari dalam dirinya sendiri.
c. Norma moral selalu menyangkut sebuah perasaan khusus tertentu, yang
oleh beberapa filsuf moral disebut sebagai perasaan moral (moral sense).
Teori-Teori Etika
A. Etika Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata ‘deon’ yang berarti kewajiban; merupakan teori yang paling tua berdasarkan perintah Tuhan dan dipopulerkan oleh Thomas Aquinas (filsuf Yunani & pendeta). Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Etika ini bersifat kaku.
Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakan yang dilakukan, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada diri sendiri. Dengan kata lainnya, bahwa tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.
b. Norma hukum adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara
tegas oleh masyarakat, karena dianggap perlu dan demi keselamatan dan
kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Keberlakuan
norma ini lebih tegas dan pasti, karena ditunjang dan dijamin oleh
hukuman dan sangsi bagi pelanggarannya.
c. Norma moral yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia
sebagai menusia. Norma ini lalu menjadi tolak ukur yang dipakai oleh
masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia, entah
sebagai anggota masyarakat ataupun sebagai orang dengan jabatan atau
profesi tertentu.
Ada beberapa ciri utama yang membedakan norma moral dari norma
umum lainnya (kendati dalam kaitan dengan norma hukum ciri-ciri ini bisa
tumpang tindih) :
a. Kaidah moral berkaitan dengan hal-hal yang mempunyai atau yang
dianggap mempunyai konsekuensi yang serius bagi kesejahteraan,
kebaikan dan kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai
kelompok.
b. Norma moral tidak ditetapkan dan/atau diubah oleh keputusan penguasa
tertentu. Norma moral dan juga norma hukum merupakan ekspresi,
cermin dan harapan masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang
buruk. Berbeda dengan norma hukum, norma moral tidak dikodifikasikan,
tidak ditetapkan atau diubah oleh pemerintah. Ia lebih merupakan hukum
tak tertulis dalam hati setiap anggota masyarakat, yang karena itu
mengikat semua anggota dari dalam dirinya sendiri.
c. Norma moral selalu menyangkut sebuah perasaan khusus tertentu, yang
oleh beberapa filsuf moral disebut sebagai perasaan moral (moral sense).
Teori-Teori Etika
A. Etika Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata ‘deon’ yang berarti kewajiban; merupakan teori yang paling tua berdasarkan perintah Tuhan dan dipopulerkan oleh Thomas Aquinas (filsuf Yunani & pendeta). Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Etika ini bersifat kaku.
Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakan yang dilakukan, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada diri sendiri. Dengan kata lainnya, bahwa tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.
Contoh: jika seseorang diberikan sebuah tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas maka itu dianggap benar, sedangkan dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas tersebut.
Aturan-aturan hukum dan norma keagamaan sebagai norma etika khusus juga sekaligus norma etika deontologis. Pada tataran deontologis, bisa dikatakan bahwa sesuatu itu wajib diikuti atau harus dilakukan karena dikehendaki oleh Sang Pencipta (norma agama) atau karena disadarisebagai wajib (norma hukum).
Prinsip-prinsip Etika Deontologis, yaitu:
(1) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan
berdasarkan kewajiban
(2) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari
tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak
tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik
(3) Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang
niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum
moral universal
(4) Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah tak bersyarat
(imperatif kategoris), yg berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang
pada segala situasi dan tempat.
(5) Perintah Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan kalau orang
menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal
yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut.
(6) Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa
syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak.
B. Etika Teleologi
Etika Teleologi, dari kata Yunani, ‘telos’ = tujuan, yaitu: mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Misalnya, mencuri bagi teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan tindakan, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Kalau tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik. Seperti, seorang anak kecil yang mencuri demi biaya pengobatan ibunya yang sedang sakit. Atas dasar ini, dapat dikatakan bahwa etika teleologi lebih situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu.
2 Aliran Etika Teleologi
• Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yang bersifat vulgar.
• Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin ‘utilis’ yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat/hal yang baik, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar. Utilitarianisme, teori ini cocok sekali dengan pemikiran ekonomis, karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis. Manfaat yang dimaksudkan utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis. Contoh: ROBIN HOOD & SI PITUNG (digunakan dalam kegiatan ekonomi).
Utilitarianisme, dibedakan menjadi 2 macam :
1. Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)
2. Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)
C. Teori Hak
Prinsip-prinsip dari teori ini, yaitu:
1. Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
2. Teori Hak ini merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
3. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
D. Teori Keutamaan (Virtue)
Teori ini memandang kepada sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan :
a. Kebijaksanaan
b. Keadilan
c. Suka bekerja keras
d. Hidup yang baik
e. Keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan bisa disebut:
kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan.
Keempat keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain dan kadang-kadang malah ada tumpang tindih di antaranya:
f. Fairness berarti kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada
semua orang dan dengan wajar dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh
semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi.
g. Keutamaan-keutamaan yang dimilliki manajer dan karyawan sejauh
mereka mewakili perusahaan, adalah Keramahan, Loyalitas, Kehormatan dan
Rasa malu.
h. Keramahan merupakan inti kehidupan bisnis, keramahan itu hakiki untuk
setiap hubungan antar manusia, hubungan bisnis tidak terkecuali.
i. Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk
mendapat gaji, tetapi mempunyai juga komitmen yang tulus dengan
perusahaan.
j. Kehormatan berarti keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka
terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan.
k. Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.
f. Fairness berarti kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada
semua orang dan dengan wajar dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh
semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi.
g. Keutamaan-keutamaan yang dimilliki manajer dan karyawan sejauh
mereka mewakili perusahaan, adalah Keramahan, Loyalitas, Kehormatan dan
Rasa malu.
h. Keramahan merupakan inti kehidupan bisnis, keramahan itu hakiki untuk
setiap hubungan antar manusia, hubungan bisnis tidak terkecuali.
i. Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk
mendapat gaji, tetapi mempunyai juga komitmen yang tulus dengan
perusahaan.
j. Kehormatan berarti keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka
terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan.
k. Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan.
E. Teori Keadilan
Keadilan, menyangkut persepsi seseorang tentang perlakuan yang diterimanya
dari orang lain. Biasanya seseorang akan mengatakan bahwa dirinya
diperlakukan dengan adil apabila perlakuan itu menguntungkan baginya,
sebaliknya dia akan cenderung mengatakan bahwa dia diperlakukan tidak adil
apabila perlakuan yang diterima dirasa merugikannya.
Persepsi seseorang tentang keadilan, akan berpengaruh pada perilaku dan
tindak tanduknya yang pada gilirannya menentukan MOTIVASI-nya, terutama
yang bersifat intrinsik yang antara lain dapat dilihat dari prestasi kerjanya.
Dalam menunbuhkan persepsi tertentu, seseorang biasanya mengunakan tiga
kategori, yaitu :
1. orang lain, sebagai pembanding
2. sistem yang berlaku, terutama yang menyangkut upah dan gaji, dan
3. diri sendiri.
Keadilan, menyangkut persepsi seseorang tentang perlakuan yang diterimanya
dari orang lain. Biasanya seseorang akan mengatakan bahwa dirinya
diperlakukan dengan adil apabila perlakuan itu menguntungkan baginya,
sebaliknya dia akan cenderung mengatakan bahwa dia diperlakukan tidak adil
apabila perlakuan yang diterima dirasa merugikannya.
Persepsi seseorang tentang keadilan, akan berpengaruh pada perilaku dan
tindak tanduknya yang pada gilirannya menentukan MOTIVASI-nya, terutama
yang bersifat intrinsik yang antara lain dapat dilihat dari prestasi kerjanya.
Dalam menunbuhkan persepsi tertentu, seseorang biasanya mengunakan tiga
kategori, yaitu :
1. orang lain, sebagai pembanding
2. sistem yang berlaku, terutama yang menyangkut upah dan gaji, dan
3. diri sendiri.